Tugas akhir mata kuliah Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar
Disusun oleh
Dian Ikawati Rahayuningtyas
NIM. 14712251006
Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Praktisi
Dosen Pengampu Prof. Marsigit, M.A.
Selengkapnya Klik Di Sini
Program Pendidikan Dasar Konsentrasi Praktisi Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Selasa, 16 Juni 2015
Senin, 27 April 2015
Identifikasi dan Pengembangan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menggunakan Pendekatan Gunung Es Matemaatika Realistik
Dian
Ikawati Rahayuningtyas
NIM.
14712251006
Prodi
Pendidikan Dasar
Konsentrasi
Praktisi (Guru Kelas)
Dosen
Pengampu. Prof. Dr. Marsigit, M. A.
Identifikasi
dan Pengembangan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Menggunakan
Pendekatan Gunung Es Matemaatika Realistik
A.
Pendidikan
Matematika Realistik
Van de Heuvel-Panhuizen (Ariyadi Wijaya, 2011: 20) menyatakan bahwa “Pendidikan matematika realistik
lebih menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi
yang bisa dibayangkan (imaginable)
oleh siswa.” Pendapat Ariyadi Wijaya berbeda dengan pendapat Robert
Sembiring, dkk (2010: 44),“Realistic mathematics education then wouldrefer to mathematics instruction based on
practical problem in an everyday life context.” Pendapat
Robert Sembiring bila diartikan dalam bahasa indonesia sebagai berikut, pendidikan matematika realistik
mengacu pada pelajaran matematika berdasarkan pada masalah praktis dalam konteks kehidupan
sehari-hari.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan Pendidikan matematika
realistik adalah
suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan akan pentingnya konteks nyata
yang dikenal oleh siswa, sehingga siswa dapat membayangkan masalah tersebut. Pendidikan matematika
realistik juga melatih siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri.
B.
Pendekatan Gunung Es ( Iceberg) pada Pendidikan Matematika
Realistik
Dalam konsep gunung es, matematika realistis dibagi menjadi
4 bagian utama. Tahapan paling rendah adalah matematika konkret, kemudian model konkret,
diatasnya ada model formal,
dan yang paling atas adalah matematika formal. Menurut Frans Moerland (Yunia Indri
2013, diakses 21 April 2015), memvisualisasikan proses matematisasi dalam
pembelajaran matematika realistik
sebagai proses pembentukan gunung es.
Seperti yang kita tahu,
gunung es terbentuk mula-mula
dari dasar laut, kemudian semakin ke
atas, ke atas
dan sampailah pada pembentukan puncaknya
yang terlihat di atas permukaan
laut. Seperti gunung-gunung pada umumnya, bagian dasar gunung es, yang
paling dasar tentunya
memiliki daerah atau wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan bagian
atanya. Sedangkan matematika
yang diajarkan pada kebanyakan seolah sekarang
hanyalah matematika yang tampak di atas permukaan air laut saja dalam
gunung es tersebut, yaitu hanya matematika
formal saja. Padahal masih banyak tahap yang ada di bawahnya yang sangat
mempengaruhi kekokohan pengetahuan
yang dibangun. Untuk membangun
pengetahuan matematika
siswa maka pertama yang harus dibangun adalah dengan
hal-hal yang konkret, yang ada di dalam kehidupan siswa sehari-hari. Harus dipastikan bahwa
tahap ini terbangun dengan
kokoh, dan dilanjutkan
dengan tahap selanjutnya. Hal ini diadopsi
pula untuk pendekatan
Pendidikan Matematia Realistik. Pengetahuan matematika dibangun dari hal-hal yang konkret,
kemudian baru skem, kemudian model, baru terakhir ke matematika formal. Porsi pembelajaran matematika dengan
hl-hal konkret adalah yang paling besar
dibanding dengan yang lain.
Bila diuraikan, maka tahapan
pengkonstruksian pengetahuan dalam pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1.
Matematika
Konkret
Merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika, yang dapat
dilihat bentuk nyatanya secara konkret, misalnya pohon, banyaknya daun dalam sebatang
pohon, dan lain sebagainya..
2.
Model Konkret
Berbentuk gambar
atau foto dari bentuk nyata matematika konkret, yang telah terkena manipulasi
atau campur tangan, misalnya gambar atau
foto sebatang pohon, foto binatang dan lain sebagainya.
3.
Model Formal
Dalam model formal, penjumlahan dilakukan dengan menggunakan model berupa
foto atau
gambar.
Misalnya,
foto atau gambar disiapkan
sejumlah
bilangan
yang akan dijumlahkan, sehingga untuk
mengetahui hasil penjumlahan, siswa harus menghitung
banyaknya foto atau gambar tersebut.
4.
Matematika
Formal
Merupakan tingkatan paling tinggi dalam Ice Berg. Misalnya, dalam matematika formal, penjumlahan
matematis tidak lagi dilakukan menggunakan model
berupa foto maupun gambar, melainkan
langsung menggunakan bilangan yang
akan dijumlahkan.
Kelas :
IV
Tema : 3. Peduli Terhadap Makhluk
Hidup
Sub
Tema : Hewan dan Tumbuhan di
Lingkunga Rumahku
Pembelajaran : 1
Kompetensi
Inti
1. Menerima,
menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki
perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya
3. Memahami
pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan
menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat
bermain.
4. Menyajikan
pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan logis, dalam karya
yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
Kompetensi Dasar
3.1 Mengenal konsep
pecahan senilaidan melakukan operasi hitung pecahan menggunakan benda konkret/gambar.
4.3 Mengurai sebuah pecahan menjadi sebagai hasil
penjumlahan atau pengurangan dua buah pecahan lainnya dengan berbagi kemungkinan
jawaban.
Indikator
1. Menentukan pecahan setelah mengamat gambar
dan melengkapi tabel
2. Membedakan pecahan senilai dan tidak
senilai setelah melakukan eksplorasi dengan gambar pecahan dan diskusi kelas.
Sumber:
Ariyadi Wijaya.
(2012). Pembelajaran Matematika Realisik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Yulia
Indri. (2013). Pendekatan Gunung Es (Iceberg) Pada Pendidikan Matematika
Realistik. Diakses dari:
http://yuniaindri.blogspot.com/2013/01/pendekatan-gunung-es-icebergpada.html
pada tanggal 21 April pukul 15.00 WIB.
Robert Sembiring. dkk.
(2010). A Decade Of PMRI In Indonesia. Bandung: Ten Brink, Meppel.
Selasa, 14 April 2015
Review Berbagai Macam Teori atau Alur Pikir Siswa
A. Review
mengenai berbagai macam theory atau alur pikir
siswa
1.
Behaviorism Theory (Teori Behaviorisme)
BF Skinner
(1938, 1953, 1958, 1966b, 1971, 1989, Skinner & Epstein, 1982) adalah seorang paling terkenal dengan teori
pembelajaran dalam behavioris. Seperti Thorndike, Skinner mengusulkan agar
mahluk hidup memperoleh perilaku yang diikuti oleh konsekuensi tertentu. Dalam
rangka untuk mempelajari efek konsekuensi baik obyektif dan tepat, Skinner
mengembangkan sebuah peralatan, sekarang dikenal sebagai “Skinner box”, yang telah mendapatkan popularitas yang luas dalam
penelitian pembelajaran hewan.
Sebuah respon yang diikuti
oleh penguat akan menguatkan dan lebih mungkin akan terjadi lagi (diulangi).” Dalam
kata lain respon yang diperkuat cenderung meningkatkan frekuensi dan
peningkatannya akan merubah tingkah laku yang berati pembelajaran sedang
berlangsung. Skinner sengaja menggunakan kata penguat bukan reward untuk mendeskripsikan konsekuansi
yang meningkatkan frekuansi dari sebuah tingkah laku. Kata reward (hadiah) mengimplikasikan bahwa stimulus mengikuti
tingkah laku yang menyenangkan dan sesuai keinginan. Kata hadiah menyiratkan bahwa stimulus atau
peristiwa, mengikuti perilaku entah bagaimana cara keduanya menyenangkan dan
diinginkan. Dalam implikasinya, Skinner ingin menghindari karena terdapat dua
alasan Skinner yaitu, pertama beberapa individu akan bekeraja untuk apa yang
mereka percayai menjadi konsekuensi yang tidak menyenangkan, misalnya seorang
anak melakukan suatu hal yang membuat ibunya kesal, karena dia menikmati saat
ibunya kesal tersebut. Kedua, prinsip-prinsip psikologi menjadi terbatas
untuk domain obyektif peristiwa yang bisa diamati. Penguat tidak
didefinisikan sebagai “kesenangan atau keinginan”, tetapi efek pada tingkah
laku.
Penguat A didefinisikan bukan oleh kiasan untuk "keenakan" atau
"keinginan" , tapi melibatkan penilaian yang baik bagi subjektif bukan oleh efeknya pada perilaku:
“Penguat adalah stimulus atau
peristiwa yang meningkatkan frekuensi dari respon yang mengikuti (tindakan yang
mengikuti respon penguat dinamakan penguatan)”. Penguat
benar-benar dalam gejala yang tampak, tanpa ketergantungan pada setiap
penilaian subjektif. Prinsip Skinner tentang
operant conditioning telah terbukti
menjadi sangat berguna dan kuat. Mengapa manusia sering bertindak seperti yang
mereka lakukan, dan aplikasi untuk pembelajaran dan situasi hampir tak terbatas. Hampir setiap perilaku akademik,
sosial, psikomotor- dapat dipelajari atau dimodifikasi melalui pengkondisian
operan. Sayangnya, perilaku tidak diinginkan dapat diperkuat semudah yang
diinginkan.
Sebagai guru
harus selalu mengingatkan diri sendiri tentang apa yang dapat meningkatkan perilaku
siswa dan mencoba untuk mengikuti perilaku tersebut dengan konsekuensi positif.
Misalnya, ketika siswa biasanya tenang mengangkat tangan mereka untuk menjawab
pertanyaan atau membuat komentar, saya memanggil mereka dan memberi mereka
apapun umpan balik positif yang saya bisa. Saya juga mencoba untuk membuat
kelas saya tidak hanya informatif tetapi juga hidup, menarik, dan lucu,
sehingga siswa diperkuat untuk datang ke kelas pertama tempat. Sementara itu,
saya mencoba untuk tidak memperkuat perilaku yang tidak baik dalam kepentingan
jangka panjang siswa.Misalnya, ketika siswa datang kepada saya di akhir
semester memohon kesempatan untuk menyelesaikan Proyek ekstr kredit dalam
rangka meningkatkan nilai gagal. Saya selalu menolak siswa,untuk alasan
sederhana: Saya ingin nilai bagus hasil dari kebiasaan belajar yang baik dan
prestasi yang tinggi sepanjang semester, bukan dari mengemis perilaku di pintu
kantor saya. Guru harus sangat berhati-hati tentang apa yang memperkuat dan apa
yang mereka tidak lakukan.
2.
Social Cognitif Theory (Teori Kognitif Social)
Teori kognitif sosial merupakan suatu teori yang
menonjolkan gagasan bahwa sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam
sebuah lingkungan sosial. Misalnya dengan mengamati orang lain kemudian manusia
mendapatkan pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan,
strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan sikap. Seeorang juga melihat
model-model atau contoh untuk memperlajari kegunaan dan kesesuaian perilaku dan
akibat dari perilaku yang dimodelkan, kemudian mereka bertindak sesuai dengan
keyakinan-keyakinan tentang kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari
tindakan-tindakan mereka.
Albert Bandura
merupakan salah satu tokoh dalam teori kognitif sosial. Bandura merumuskan
bahwa sebuah teori pebelajaran observasional yang menyeluruh yang ia kembangkan
untuk mencakup penguasaan dan praktik dari bermacam-macam keterampilan,
strategi, dan perilaku. Prinsip-prinsip kognitif sosial telah diaplikasikan
dalam pembelajaran keterampilan kogitif, psikomotorik, sosial, dan pengaturan
diri, serta topik kekerasan (secara langsung maupun tidak langsung (melalui
film)), perkembangan moral, pendidikan, kesehatan, dan nilai-nilai sosial (Schunk,
2012: 162).
Karakteristik
khas lainnya dari teori kognitif sosial adalah peran utama yang diberikannya pada
fungsi-fungsi pengaturan iri. Manusia berperilaku bukan sekedar untuk
menyesuaikan diri dengan kecenderungan-kecenderungan orang lain. Kebanyakan
perilaku mereka dimotivasi dan diatur oleh standar-standar internal dan reaksi
terhadap tindakan-tindakan mereka sendiri yang terkait dengan penilaian diri.
perubahan yang terjadi pada diri manusia tidak hanya dipengaruhi dan didorong
oleh oleh kekuatan dalam diri seseorang saja atau didorong dan dikendalikan
oleh rangsangan internal saja, namun perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang terjadi karena beberapa factor. Factor-faktor penentu perubahan dalam
teori kognitif yang dikembangkan oleh Albert Bandura antara lain adalah 1)
Person (atau dipengaruhi oleh keinginan kuat dari dalam dirinya/ factor dorongan
internal), 2) Behavior (dipengaruhi oleh factor atau dukungan dari luar dirinya
misalnya dari orang lain), dan 3) Situation (karena situasi dan kondisi yang
memungkinkan untuk melakukan perubahan).
Teori kognitif sosial biasanya menggambarkan
penyebab timbal balik. Misalya, pemberian penguatan atau hukuman mempengaruhi
perilaku seseorang. Tapi persepsi pelajar tentang lingkungan ("orang”
merupakan variabel) juga mempengaruhi perilaku. Misalnya, orang cenderung
bekerja keras secara terus-menerus dan
sering berpikir keras, terlepas dari lingkungannya (A. Baron, Kaufman, &
Stauber, 1969; Kaufman, Baron, & Kopp, 1966). Dan di dalam kelas, siswa lebih mungkin untuk
bekerja keras untuk menguasai materi pelajaran jika mereka percaya guru mereka
akan memberi mereka dukungan yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses (Bouchey
& Harter, 2005).
Sementara
itu, pengaruh perilaku
terlihat dilingkungan
dan pribadi. Tanggapan membuat orang (misalnya, program akademik yang mereka
pilih, kegiatan ekstrakurikuler, perusahaan tetap mereka) menentukan kesempatan
belajar yang mereka miliki dan konsekuensi yang mereka alami (lingkungan).
Sebagai contoh, individu biasanya berperilaku untuk meningkatkan penguatan dan
penurunan hukuman, dan tindakan mereka dapat menempatkan mereka dalam situasi
yang baru.
Selain
itu, kualitas tanggapan mereka dari waktu ke waktu akan mempengaruhi
kepercayaan diri dan harapan demi kesuksesan masa depan (variabel orang). Salah satu contoh utama dari interaksi antara lingkungan, orang, dan perilaku variabel adalah pemodelan. Manusia
dalam semua kebudayaan tampaknya memiliki kedua kemampuan dan kecenderungan
untuk meniru perilaku orang lain (SS Jones, 1987; Nielsen & Tomaselli,
2010).
Teori
kognitif sosial menunjukkan bahwa kita banyak belajar berasal dari mengamati
dan pemodelan apa yang orang lain lakukan (e.g., Bandura, 1977, 1986).
Peserta
didik lebih cenderung terlibat dalam perilaku tertentu ketika mereka percaya
mereka mampu melaksanakan perilaku berhasil-yaitu,
ketika mereka memiliki efikasi diri yang tinggi (Bandura,
1982, 1989, 2006;Schunk&Pajares,
2004). Pada pandangan pertama, konsep self-efficacy
mungkin tampak mirip dengan pengertian seperti konsep diri dan harga diri, tapi ada perbedaan penting. Secara umum, konsep diri seseorang alamat
pertanyaan "Siapakah aku?" Dan harga diri alamat pertanyaan "Seberapa baik aku sebagai pribadi?" keduanya biasanya ditandai berbagai
macam kegiatan, dengan demikian, orang-orang memiliki tinggi atau rendah konsep
diri dan harga diri. Sebaliknya pertanyaan self-efficacy
“seberapa baik saya bisa melakukan ini dan itu?”. Dengan kata lain, mengacu
pada keyakinan peserta tentang kompetensi mereka dalam kegiatan atau domain
yang spesifik. Misalnya, orang yang memiliki self efficacy tinggi akan mencoba belajar untuk menyelam seperti
anggsa tetapi untuk self efficacy yang rendah ketika masuk pada kolam renang
akan merasa ragu untuk mencoba.
3.
Cognitif Information Proccesing (Pemrosesan Informasi kognitif)
Teori pemrosesan
informasi menjelaskan bahwa individu memanipulasi, memonitor, dan menyusun
strategi terhadap informasi-informasi yang ditemuinya. Teori pengolahan informasi memfokuskan studi terhadap
perhatian, persepsi, pengkodean, penyimpanan, dan penarikan pengetahuan.
Dae H. Schunk (2012, 305) mengemukakan bahwa ada tiga aplikasi pengajaran yang
mencerminkan prinsip pengolahan informasi yaitu, organisator pengantar, kondisi-kondisi pengajaran, dan
muatan kognitif. Organisator pengantar yaitu pernyataan yang disajikan di awal
pembelajaran yang membantu mengkoneksikan materi yang baru dengan pembelajaran
sebelumnya karena struktur kognitif siswa terorganisasi secara hierarkis
sehingga konsep terbuka membawahi konsep yang tingkatanya berada di bawahnya.
organisator pengantar, kondisi-kondisi pengajaran, dan
muatan kognitif.
Organisator pengantar (advance
organizer )yaitu pernyataan
yang disajikan di awal pembelajaran yang membantu mengkoneksikan materi yang
baru dengan pembelajaran sebelumnya karena struktur kognitif siswa terorganisasi
secara hierarkis sehingga konsep terbuka membawahi konsep yang tingkatanya
berada di bawahnya. Landasan
konseptual untuk organisator pengantar diperoleh dari teori Ausubel tentang
pembelajaran resepsi yang bermakna (meaningful
reception learning). Belajar menjadi bermakna ketika materi baru memiliki
hubungan yang sistematis dengan konsep-konsep yang relevan dalam LTM, yang
berarti bahwa materi baru memperluas, memodifikasi, atau mengembangkan
informasi dalam memori.
Kondisi pengajaran adalah situasi yang berpengaruh ketika
pembelajaran berlangsung. Dua langkah penting dalam mengetahui kondisi
pembelajaran adalah mengindetifikasi tipe
hasil pembelajaran dan menentukan
peristiwa-peristiwa pembelajaran atau faktor yang menimbulkan perbedaan –
perbedaan dalam pengajaran. Tipe hasil belajar ada 5 yaitu, keterampilan
intelektual, informasi verbal, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan
sikap. Peristiwa
pembelajaran terdiri dari dua kondisi yaitu kondisi internal dan kondisi
eksternal. Kondisi internal merupakan kapabilitas sswa
saat ini yang tersimpan dalam LTM sebagai pengetahuan,
sedangkan kondisi eksternal merupakan
kondisi lingkungan
untuk mendukung tersampainya pesan hingga menjadi LTM.
Muatan kognitif
atau tuntutan-tuntutan terhadap system pengolahan informasi , dapat dibagi
menjadi 2 tipe, yaitu muatan kognitif instrinsik dan muatan kognitif ekstrinsik.
Muatan kognitif intrinsik tergantung pada karakter-karakter informasi yang
tidak dapat diubah, yang nantinya akan dipelajari. Hali itu hanya akan dapat
dicapai jika siswa mendapatkan senuah skema kognitif yang efektif untuk
mengelola informasi. Sedangkan muatan kognitif ekstrinsik disebabkan oleh
bagaimana cara materi-materi tersenut disajikan atau oleh aktivitas-aktivitas
yang perlu dimiliki oleh siswa. Cotohnya dalam mempelajari hubungan-hubungan
dalam trigonometri dan muatan kognitif tertentu (intrinsic) yang merupakan
karakteristik bawaan dalam materi yang harus dipelajari.
Menurut teori
ini, individu secara bertahap mengembangkan kapsitas untk memproses informasi,
sehingga memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
kompleks. Robet Siegler, merupakan seorang ahli terkemuka di bidang pemrosesan
informasi anak-anak menyatakan bahwa kegiatan berpikir merupakan suatu bentuk
pemrosesan informasi. Dengan kalimat lain, apabila seorang individu menagkap,
menuliskan sandi (encoding),
menampilkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi maka mereka sedang
berpikir. Dia lebih menekanpkan bahwa aspek penting dalam perkembangan adalah
pembelajarn mengenai strategistrategi yang baik untuk memproses informasi.
4.
Meaningful Learning Theory (Teori Pembelajaran yang Bermakna)
Landasan
konseptual untuk organisator pengantar diperoleh dari teori Ausubel tentang
pembelajaran resepsi yang bermakna
(meaningful reception learning. Belajar menjadi bermakna ketika materi baru
memiliki hubungan yang sistematis dengan konsep-konsep yang relevan dalam LTM,
yang berarti bahwa materi baru memperluas, memodifikasi, atau mengembangkan
informasi dalam memori. Kebermaknaan juga tergantung pada variabel-variabel
personal seperti usia, latar belakang pengalaman, status sosial-ekonomi, dan
latar belakang pendidikan. Pengalaman-pengalaman yang telah lalu menentukan
apakah siswa merasa pembelajarannya memiliki makna.
Ausubel
mendukung pengajaran deduktif, ide-ide umum diajarkan terlebih dahulu baru
diikuti dengan poin-poin spesifik. Dalam hal ini guru harus membantu siswa
memecah ide-ide menjadi poin-poin yang
lebih kecil dan spesifik dan menghubungkan ide-ide yang baru dengan muatan yang
seruoa di dalam memori. Dalam pengetian pengolahan informasi, tujuan dari mode
ini adalah mengembangkan jaringan-jaringan proposisi dalam LTM dengan
menambahkan penegtahuan dan membangu hubungan-hubungan anatar jaringan.
Pengajaran deduktif lebih berhasil diterapkan pada para siswa yang lebih tua.
Organisator-organisator
pengantar menyiapkatahapan untuk pembelajaran resepsi yang bermakna.
Organisator yang bersifat ekspositoris atau komparatif.
Organisator-ekspositoris memberi siswa pengetahuan baru yang diperlukan untuk
memahami pelajaran. Organisator-ekspositoris mencakup definisi-definisi dan
genaralisasi konsep. Organisator-ekspositoris memperkenalkan bahwa
organisator-organisator meningkatkan pembelajaran dan transfer. Peta merupakan
organisator yang efektif dan dapat dimanfaatkan dengan baik dalam
pelajaran-pelajaran melalui teknologi. Organisat0r-organisator dapat membantu
siswa menghubungkan materi-materi yang baru dengan sekumpulan
pengalaman-pengalaman yang lebih luas yang dapat menunjang transfer.
5.
Development Approach (Pendekatan Perkembangan)
Meece
(2002) mengidentifikasi lima kelas teori utama dalam teori perkembangan yaitu
biologi, psikoanalitik, perilaku, kognitif, dan kontekstual. Kelima tipe teori
tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tipe-tipe
Teori Perkembangan
Tipe
|
Kunci Proses
Perkembangan
|
Biologis
|
Individu
berjalan melalui urutan tahapan yang idak bervariasi. Kemajuan tahapan
ditentukan oleh genetik
|
Psikoanalitik
|
Perkembangan
menampilkan serangkaian perubahan di dalam kepribadian yang dibawa oleh
pemenuhan kebutuhan. Tahapan memiliki sifat yang berbeda secara kualitatif.
|
Perilaku
|
Perkembangan
menampilkan perubahan dalam perilaku yang dihasilkan oleh pengkondisian.
Perubahan bersifat berkelanjutan dan kuantitatif.
|
Kognitif
|
Perkembangan
menampilkan perubahan dalam struktur mental atau proses yang terjadi saat
individu menerima informasi dan secara mental menyusun pemahaman.
|
kontekstual
|
Faktor
sosial dan budaya mempengaruhi perkembangan. Perubahan dalam diri seseorang atau
situasi dan mempengaruhi perubahan lainnya.
|
Selanjutnya
dari tabel di atas, penjelasan dari lima tipe teori perkembangan dijelaskan
sebagai berikut.
a.
Teori Biologi
Dalam teori ini
dikemukakan bahwa perkembangan manusia sebagai proses yang tidak terbuka.
Anak-anak melewati serangkaian urutan tahapan perkembangan yang tidak
bervariasi di waktu yang sama. Selain itu, lingkungan member kesempatan untuk
tumbuh tetapi tidak langsung memberikan pengaruhnya. Perkembangan justru
ditentukan oleh genetik. Pernyataan ini didukung oelh Arnold Gessel. Pada
penelitian biologis terkini berfokus pada perluasan bahwa karakteristik
kognitif, perilaku, dan kepribadian memiliki kecenderungan genetik. Dengan
demikian, kecenderungan anak untuk memahami perhitungan bisa dikarenakan bawaan
lahir dan kapasitas bahasa terlihat karena kecnderungan biologis.
b.
Teori
Psikoanalitik
Teori
psikoanalitik mnekankan pada pemenuhan kebutuhan yang memiliki perbedaan sebagai
fungsi dalam tingkat perkembangan. Perkembangan dipandang sebagai perubahan
progresif dalam kebribadian yang muncul saat anak berusaha memenuhi kebutuhan
mereka. Tokoh teori psikoanaliti yang terkenal adalah Sigmund Freud dan Erik
Erikson. Menurut Erikson motivasi manusia bersifat sosial dan mencerminkan
hasrat untuk bergabung dengan manusia lain dan perubahan dalam perkembangan
berlangsung sepanjang hidup. Erikson juga menekankan penringnya pengalaman di
masa awal maupun di masa selanjutnya.
c.
Teori Perilaku
Teori perilaku
menampilkan posisi berkelanjutan, maksudnya perubahan kecil yang terjadi
sepanjang waktu. Perubahan perkembangan paling tepat dilihat dalam terma
kuantitatif. Anak belajar melakukan lebih banyak hal dengan waktu yang lebih
sedikit. Mekanisme pembelajaran utama membentuk perilaku baru melalui beragam
pelaksanaan menuju keberhasilan pada perilaku individu. Teori perilaku tidak
mengkhususkan periode-periode penting dalam perkembangan. Kapsitas untuk
belajar berlanjut sepanjang hidup. Teori ini juga menekankan bahwa perubahan
utama dalam perilaku berasal dari lingkungan, yang memberikan stimulus yang
direspon anak dan pelaksanaan dan hukuman sebagai konsekuensi tindakan mereka.
d.
Teori Kognitif
Piaget mengemukakan bahwa anak-anak secara alami ingin tahu tentang dunia mereka dan secara
aktif mencari informasi untuk membantu mereka memahami itu dari
pada hanya
menanggapi rangsangan
yang mereka hadapi, anak-anak memanipulasi rangsangan dan mengamati efek dari
tindakan mereka. Piaget juga
mengemukakan bahwa anak-anak menggunakan
skema baru yang
diperoleh berulang
pada kedua kebiasaan dan situasi
baru. Sebagaimana
perkembangan
anak-anak, muncul
skema baru, dan skema yang ada berulang kali
dipraktekkan, kadang-kadang dimodifikasi,
dan kadang-kadang terintegrasi satu sama
lain dalam
struktur kognitif. Banyak
yang baik dari teori Piaget difokuskan pada pengembangan struktur kognitif
yang mengatur penalaran struktur logis yang disebut operasi. Teori
ini mengendalikan bahwa pemahaman tidaklah otomatis. Orang lain tidak member
informasi yang diproses anak melalui hafalan, melainkan anak menerima informasi
dan memformulasikan pengetahuan mereka. Teori kognitif bersifat interaktif
karena teori ini menjelaskan bahwa perkembangan dalam interaksi yaitu antara
faktor pribadi, perilaku, dan lingkungan.
e.
Teori
Kontekstual
Teori ini
menyoroti peran yang dimainkan oleh faktor sisial an budaya. Bukti yang
mendukung perspektif ini berasal dari perbandingan lintas budaya yang
menunjukkan keberagaman dalam pola perkembangan. Model kontekstual yang
terkebal diformulsikan oleh Bronfenbrenner (1979) yang mengendalikan bahwa
dunia sosial anak dapat dikonsepkan sebagai lingkungan sosial konsentris di
mana anak berada pada titik umum dari tiga lingkaran yang saling bsesinggungan,
yaitu sekolah, teman, dan keluarga. Di luar lingkaran ini ada lingkungan yang
lebih besar lagi yaitu, tetangga keluarga besar, komunitas, tempat kerja, dan
media masa. Selanutnya lingkaran paling luar adalah pengaruh, seperti hokum, nilai
budaya, system politik dan ekonomi, dan adat istiadat.
6.
Social Formation Theory (Teori Formasi Sosial)
Tokoh dalam
teori ini adalah Lev Vygotsky. Teori formasi sosial memfokuskan pada proses-proses
sosial dan budaya yang nantinya dapat mengarahkan anak untuk mengembangkan
kognitifnya. Dalam teori ini keaktifan dan keterlibatan siswa selama kegiatan
pembelajaran di kelas sangat ditekankan. Hal itu dapat menjadikan terjadinya
interaksi atau proses sosialisasi siswa menjadi berkembang. Proses sosialisasi
atau interaksi yang tumbuh dan berkembang dengan baik pastinya mendapat
dukungan dari berbagai pihak, baik guru, orang tua, maupun masyarakat di sekitar
lingkungan tempat tinggal.Hal ini yang biasa disebut dengan scaffolding. Ini sangat membantu siswa
dalam kegiatan pembelajaran di kelas misalnya dengan kegiatan berdiskusi untuk
memecahkan masalah. Kemudian siswa dapat mempraktekannya langsung dengan
bimbingan guru tentunya.
Vygotsky juga
memaparkan bahwa adanya teman sebaya dan orang tua dapat membantu anak untuk
menguasai dan menginternalisasikan apa yang ada di dalam diri anak. Hal ini
dapat menjadi dukungan bagi anak untuk dapat melewati Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah daerah di mana
seorang anak mampu belajar karena adanya dukungan dan pendampingan dari orang
lain yang lebih berkompeten, baik guru ataupun orang tua.
7. Representation and Discovery Learning
John Dewey
merupakan filosof yang banyak menulis mengenai pendidian. Ia dikenal sebagai
bapak Konstruktivisme dan Discovery Learning.
Ia mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa
sendiri dan topic dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah
atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus bersifat aktif,
langsung terlibat, berpusat pada siswa (student
center) dalam konteks pengalaman sosial. Selain itu, ada juga Jerome
Brunner yang mempelopori pendekatan penemuan atau biasa disebut dengan discovery. Ia mengemukakan bahwa belajar
adalah proses yang bersifat aktif terkait dengan ide Discovery Learning, di mana siswa dapat berinteraksi dengan
lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi obyek, membuat pertanyaan dan
menyelenggarakan eksperimen. Teori ini menyatakan bahwa cara terbaik bagi
seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip dalam siswa adalah dengan
mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Hal ini perlu
dibiasakan sejak anak-anak masih kecil. Brunner menjelaskan perkembangan dalam
tiga tahap, yaitu:
a.
Enaktif (0-3 tahun), yaitu pemahaman
anak dicapai melalui eksplorasi dirinya sendiri dan manipulasi fisik-motorik
melalui pengalaman sensori.
b.
Ikonik (3-8 tahun), anak menyadari
sesuatu ada secara mandiri melalui gambar yang konkret bukan yang abstrak.
c.
Simbolik (>8 tahun), anak sudah
memahami simbol-simbol dan konsep seperti bahasa dan angka sebagai representasi
simbol.
8.
Constructivist Approach (Pendekatan konstruktivistik)
Pendekatan
konstruktivistik adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk
berpikir dan mengkonstruksikan dalam memcahkan suatu permasalahan secara
bersam-sama shingga didaptkan suatu penyelesaian yang akurat. Konstruktivistik
merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual, taitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. teori
ini sangat percaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri
pengetahuannya melalui kemampuan berpikir tantangan yang dihadapinya,
menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistic dan
teori dalam satu bangunan utuh. Tokoh yang ikut berjasa dalam teori ini adalah
John Dewey, Jean Piaget, Bruner, dan Vygotsky.
John Dewey
merupakan filosof yang banyak menulis mengenai pendidian. Ia dikenal sebagai
bapak Konstruktivisme dan Discovery
Learning. Ia mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan
minat siswa sendiri dan topic dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi
bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain. Belajar harus
bersifat aktif, langsung terlibat, berpusat pada siswa (student center) dalam konteks epengalaman sosial.
Selanjutnya
adalah Jean Piaget. Menurut Piaget pengamatan sangat penting dan menjadi dasar
dalam menuntun proses berpikir anak, berbeda dengan erbuatan melihat yang hanya
melibatkan mata, pengamatan melibatkan seluruh indra, menyimoan kesan ebih
lamadan menimbulkan sensasi yang membekas pada siswa. Menurut Piaget juga bahwa
pkiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau sering disebut
struktur kognitif. Dengan menggunakan skema itu, seseorang menghadapai dan
mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk
dan akomoschemata yang baru., yaitu melalui roses asimilasi dan
akomodasi. Schemata yang terbentuk melalu proses asimilasi dan akomodasi,
itulah yang disebut pengetahuan. Proses belajar yang sesungguhnya terdiri dari 3
tahap, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi. Implikasi perkembangan
Piaget dalam pemnelajaran adalah bahwa guru hendaknya menyesuaikan proses
pembelajaran yang dilakukan dengan tahapan-tahapan kognitif yang dimiliki anak
didik. Karena tanpa penyesuaian proses pembelajaran dengan perkembangan
kognitifnya, guru maupun siswa akan kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajran
yang ditetapkan.
Tokoh yang
selanjutnya adalah Jereme Brunner. Bunner mengemukakan bahwa proses belajar
lebih ditentukan oleh cara mengatur materi pelajaran dan bukan ditemukan oleh
umur seseorang seperti yang telah dikemukakan oleh Piaget. Bruner menjelaskan
tahap perkembangan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu; 1) enaktif (0-3) tahun
yaitu pemahaman anak dicapai melalui eksplorai dirinya sendiri dan manipulasi
fisik-motorik melalui pengalaman sensory, 2) ikonik (3-8 tahun), dalam tahap
ini, anak menyadari sesuatu secara mandiri melalui imej atau gambar yang konkret
bukan abstrak., 3) simbolik (> 8 tahun), dalam tahap ini, anak sudah
memahami symbol-simbol dan konsep memahami symbol-simbol dan konsep seperti
hahasa dan angka sebagau representasi symbol.
Selanutnya
adalah Lev Vygotsky. Konstruktivisme yang dikemukakan oleh Vygotsky adalah
bahwa belajajar bagi anak dilakukan dengan interaksi di dalam lingkungan sosial
maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam
konteks sosial budaya seseorang. Inti konstruktivis Vygotsky adalah interaksi
antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial
dalam belajar.
Selanjutnya
Schunk (2012: 580) menyebutkan bahwa para peneliti konstruktivis telah membahas
pengatura diri yang terlihat sebagai bakat alamiah sehingga pakar-pakar
konstruktivis mengasumsikan bahwa siswa menyusun pengetahuan dan cara untuk
mendapatkannya serta menerapkannya. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:
a.
Ada sebuah motivasi intrinsik untuk
mencari informasi
b.
Pemahaman melampaui informasi yang
diberikan
c.
Representasi mental berubah seiring
perkembangan
d.
Ada perbaikan progresif dalam tingkatan
pemahaman
e.
Ada hambatan perkembangan dalam
pembelajaran
f.
Refleksi dan rekonstruksi merangsang
pembelajaran
9.
Social Approach (Pendekatan Sosial)
Pendekatan sosial
merupakan uatu pendekatan yang menekankan pada interaksi terhadap lingkungan. Tokoh
seperti Bandura dan Vygotsky dapat dikaitkan dengan pendekatan sosial karena
mereka mengemukakan teori-teori yang mengedepankan konteks sosial. Interaksi siswa dengan
orang-orang di sekitar maupun dengan
berbagai hal yang ada di lingkungan sekitarnya membentuk siswa menjadi lebih baik. Semakin
sering dia berinteraksi dengan segala yang ada di sekitarnya, akan semakin
berkembang pola pikir yang dia miliki, memori yang ada akan semakin bertambah,
keingintahuanya pun akan semakin meningkat (memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi), hingga keinginanya untuk mencoba-coba hal baru juga semakin baik.
Vygotski
memandang bahwa sumber pikiran siswa terdapat pada proses sosial. Menurut
Vigotski (Papalia, 2010: 56) menyebutkan bahwa orang dewasa atau teman sebaya
maupun teman yang lebih tua dapat membantu mengarahkan dan mengorganisasi proses
pembelajaran anak sebelum anak mampu menguasainya dan menginternalisasinya.
Oleh karena itu dalam pembelajaran seorang guru harus dapat menjadi fasilitator
yang baik dan juga menjadi model yang baik untuk para siswanya.
10.
Technological Approach (Pendekatan Teknologi)
Kemajuan dalam bidang teknologi membawa banyak
manfaat, misalnya dengan teknologi yang canggih kita dapat mendapatkan berbagai
informasi yan dapat diakses meggunakan PC
maupun smartphone. Namun,
perkembangan teknologi juga menyebabkan banyak dampak positif dan negatif dalam dunia pendidikan pada
khususnya. Pendekatan berbasis teknologi merupakan proses pembelajaran
dengan memanfaatkan teknologi untuk membelajarkan siswa. Pendekatan ini menjadi
pilihan guru untuk melayani keragaman kecerdasan yang dimiliki siswa dan juga
gaya belajar siswa. Horward Gardner menyatakan ada delapan kecerdasan, yaitu
kecerdasan bahasa, kecerdasan logika matematika, kecerdasan intrapersonal,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan visual dan kecerdasan spasial, kecerdasan
kinestetik, serta kecerdasan naturalis. Selain keragaman dan kemajemukan
kecerdasan, siswa juga memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada tiga macam
gaya belajar yaitu gaya belajar visual, audio, dan kinestetik. Untuk
memfasilitasi keberagaman kecerdasan dan gaya belajar siswa, seorang guru harus
memilih pendekatan yang dapat mencakup seluruh kebutuhan tersebut.
B. Menghubungkan berbagai macam Teori Belajar/Alur
Pikir siswa tersebut dan mampu menjelaskan baik secara lisan maupun tertulis.
Banyak cara yang
digunakan untuk membelajarkan siswa antara lain dengan guru memahami
teori-teori belajar kemudian dari teori belajar tersebut guru menyampaikannya
kepada siswa sehingga para siswa sehingga siswa menjadi tahu. Kegiata pembelajaran
dapat dilakukan di mana saja, tidak hanya terpaku di dalam kelas, hal tersebut
agar siswa tidak bosan. Dalam menyampaikan pembelajaran kepada siswa guru
menggunakan berbagai macam metode dan media pembelajaran yang menarik sehingga
siswa akan senang, karena pada dasarnya siswa sekolah dasar cenderung menyukai
hal-hal baru yang bekum pernah dijumpainya sebelumnya. Dengan kegiatan tersebut
maka diharapkan terjalin interaksi yang baik antara siswa dan guru sehingga
materi pelajaran dapat diterima oleh siswa dengan baik sehingga dapat
menghasilkan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Hal ini diharapkan agar
menjadikan Long Term Memory (LTM).
Untuk membelajarkan pembelajaran yang bermakna bisa menggunakan beberapa
pendekatan, misalnya pendekatan sosial. Di mana dalam pendekatan sosial
terjalin interaksi antara siswa dengan teman sebaya dan guru di sekolah seta orang
tua jika berada di rumah. Setelah siswa belajar tentunya para siswa mempunyai
pengetahuan-pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah di dapatnya. Seorang
guru juga dapat mengingatkan kembali memori-memori siswa yang telah dimiliki
oleh siswa dengan kegiatan tanya jawab. Siswa juga diajak untuk kegiatan
diskusi kelompok dalam memecahkan suatu permasalahan. Hal ini dapat membantu siswa untuk dapat
berlatih berpikir kritis dan prcaya diri dalam mengeluarkan pendapatnya.
Dalam membelajarkan
siswa, khususnya siswa sekolah dasar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangannya, karena siswa sekolah dasar masih termasuk ke dalam tahap
operasinal konkret, maka benda-benda yang digunakan dalam pembelajaran adalah
benda-benda konkret yang dapat dilihat dan dipegang oleh siswa. Guru membantu
dan membimbing siswa dalam kegiatan praktek di kelas, hal ini diharapkan supaya
para siswa dapat menemukan konsep-konsep pengetahuan baru yang dia dapatkan kegiatan
pembelajaran yang berlangsung di sekolah, sehingga konsep pengetahuan baru
tersebut nantinya dapat digunakan unruk ke jenjang selanjutnya. Selain guru,
lingkungan keluarga juga sangat mempengaruhi perumbuhan kognitif siswa, di mana
apabila orang tua memberikan bimbingan belajar dengan baik kepada anaknya, maka
anaknya menjadi senang. Dengan suasana hati yang senang, maka materi yang akan
dipelajari menjadi lebih mudah untuk dipahami.
C. Peta Konsep Berbagai Teori Belajar
D. Referensi
Dale H. Schunk. 2012. Learning Theories An Educational
Perspective. Jakarta : Pustaka Pelajar. (Buku Terjemahan).
Diane E. Papalia & Ruth Duskin Feldman. 2015.
Menyelami Perkembangan Manusia. Jakarta : Salemba Humanika. (Buku Terjemahan)
Santrock, John W. (2012). Life-Span
Development Perkembangan Masa Hidup (Edisi Ketigabelas Jilid I). (Terjemahan
Benedictine Widyasinta). Jakarta: Erlangga.
Schunk, Dale H. (2012). Learning
Theories An Educational Perspective (Edisi Keenam). (Terjemahan Eva
Hamdiah, Rahmat Fajar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
file:///G:/tugas%20LT/Albert%20Bandura-Social%20Cognitive%20Theory%20-%20ETEC%20510.html.
Diakses
tanggal 10 April 2015
Diakses
tanggal 10 April 2015
Diakses
tanggal 11 April 2015
Diakses
tanggal 11 April 2015
Diakses tanggal 12
April 2015
Langganan:
Postingan (Atom)