Selasa, 10 Maret 2015

Jadikan Spiritual Sebagai Pondasi Di mana pun Kita Berpijak

Refleksi Pertemuan Ke-3
Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan Dasar (Rabu, 4 Maret 2015)
Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M. A.

Suatu ilmu tidak pernah lepas dari mana ia berasal, baik itu ilmu yang diketahui keberadaannya maupun yang tidak diketahui keberadaannya. Ilmu sangat erat hubungannya dengan filsafat ilmu. Filsafat menurut para filusuf disebut sebagai induk ilmu. Karena dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan kontemporer berkembang. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Jika ingin mengetahui hakikat ilmu, maka akan dikaitkan dengan ilmu lainnya. Misalnya, ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral, ilmu dengan agamanya, dan ingin merasa yakin bahwa ilmu itu akan membawa kebahagiaan terhadap kehidupan dirinya.
Cabang ilmu filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuan dari filsafat ilmu adalah menganalisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara-cara bagaimana ilmu pengetahuan diperoleh. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu dimulai dengan aliran rasionalisme, emprisme kemudian kritisisme.
Dalam mempelajari suatu ilmu kita harus cerdas, maksudnya baik substansinya ataupun yang lainnya. Substansi mempunyai peranan penting dalam mempelajari sesuatu, oleh karena itu tanpa adaya subtansi yang jelas dan benar maka suatu ilmu tidak dapat dipahami. Pada kuliah Learning Trajectory Pendidikan Dasar yang disampaikan oleh Prof. Marsigit, M. A.  dijelaskan beberapa istilah-istilah yang berkaitan dengan ilmu. Misalnya, ilmu yang kebenarannya ada di dalam pikiran disebut liberalisme, ilmu yang ada di luar pikiran disebut realisme, ilmu yang kebenarannya bersifat konsistensi disebut koherentisme, ilmu yang berdasarkan logika disebut logisisme, ilmu yang berdasar dari pengalaman disebut, empirism, ilmu erdaarkan sejarahnya disebut hegelianisme (tokohnya bernama Hegel, setiap apapun yang lahir di dunia ini pasti ada sejarahnya, tidak tiba-tiba muncul, bahkan baltu sekalipun), ilmu dikarenakan kebajikannya disebut filsafat, ilmu berdasarkan pada ketentuan disebut analitik, ilmu yang dikarenakan sebabnya disebut sintetik (karena pada setiap unsur ada sebab akibatnya), ilmu yang kebenarannya mendahului peristiwanya disebut apriori (peristiwa yang belum terjadi tetapi sudah benar, misalnya, sekrang hari Rabu, maka minggu depan pasti akan bertemu dengan hari Rabu lagi), ilmu yang kebenarannya mengikuti peristiwanya disebut aposteriori (ilmu ini cocok untuk anak kecil, karena anak-anak akan melihat bendanya terlebih dahulu, baru akan memikirkannya), ilmu yang ada itu langit, dan ilmu yang mungkin ada itu bumi. Sebenar-benarnya ilmu yang tidak berubah (tetap) adalah Firman Tuhan. Antara ilmu yang ada dan ilmu yang mungkin ada lahirlah ilmu yang menjadi jembatan dari kedua ilmu yang disebut Sintetik Apriori dan tokohnya bernama Immanuel Kant. Menurut Imanuel Kant, untuk menjadi ilmu pengetahuan maka harus ada pengalaman dan logika, harus Sintetik dan Apriori, sehingga apabila hanya Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu tidak memperoleh apa-apa. Dengan demikian, ilmu itu harus Amaliah dan Ilmiah. Untuk itu asal dari sintetik-apriori dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini.


Dari bagan diatas dapat dikemukakan bahwa sintetik apriori merupakan gantungan dari sesuatu yang ada dan mungkin ada, oleh karena itu, sintetik apriori yang dianggap paling tepat digunakan.
Pada 200 tahun yang lalu, ada seorang tokoh yang bernama Auguste Comte yang menolak filsafat. Dia merupakan mahasiswa Politeknik Perancis yang di drop out dan kemudian membuat karya berjudul "Positivisme". Karya tersebut dapat membuat kemajuan sekaligus kehancuran suatu bangsa, karena dalam buku tersebut Auguste Comte menyebutkan bahwa apabila suatu bangsa ingin maju maka harus menggunakan metode Scientific. Langkah-langkah dalam metode Scientific antara lain: 1) mengamati, 2) menanya, 3) menalar/ mengasosiasi, 4) mencoba (eksperimen), 5) dan mengkomunikasikan/ mempresentasi/ mencipta. Tetapi, metode tersebut tidak menggunakan agama sehingga berakibat fatal.






Oleh: Dian Ikawati Rahayuningtyas
       NIM. 14712251006
       Prodi Pendidikan Dasar Konsentrasi Praktisi (Guru Kelas)
       Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M.A.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar