Selasa, 17 Maret 2015

Melihat Dunia Secara Utuh Melalui Ruang dan Waktu

Refleksi Kuliah Pertemuan ke-4
Pengembangan Learning Trajectory Pendidikan  Dasar, 11 Maret 2015


Pada dasarnya manusia hidup di dunia adalah untuk belajar, belajar, dan belajar. Belajar sudah dimulai sejak manusia berada di dalam kandungan. Dengan belajar maka kita akan mengetahui banyak hal, baik yag terlihat maupun yang tidak terlihat. Apabila manusia tidak mau belajar padahal sesungguhnya dia mampu, diibaratkan sebagai batu yang besar (keras namun tidak ada isinya). Namun, seiring berjalannya waktu manusia akan belajar karena dengan belajar manusia akan dapat meraih apa yang diinginkan. Jadi jika diibaratkan dengan batu yang besar dan keras tadi, batu tersebut lama-kelamaan akan pecah menjadi pecahan batu kemudian jika terus diasah, maka pecahan batu tersebut akan pecah lagi dan menjadi kerikil-kerikil dan akan terus pecah menjadi pasir, yang kemudian akan menjadi air. Air tersebut diletakan di dalam suatu wadah kemudian wadah tersebut diisi air yang banyak lagi sampai penuh dan tumpah airnya, yang lama-kelamaan air tersebut menjadi banyak sekali sehingga sampai membentuk lautan dan mengalir terus sampai menembus gunung. Wadah tersebut diibaratkan sebagai otak kita dan air diibaratkan sebagai ilmu, sehingga apabila otak kita setiap hari diisi ilmu yang didapat melalui proses elajar dan pengalaman, maka otak kita akan penuh dengan ilmu-ilmu yang nantinya dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan hidup kita.
Orang yang sukses adalah orang yang mampu menembus ruang dan waktu dalam rangka membangun hidup (hermenitika). Kemudian, sebenar-benarnya orang yang berilmu adalah sopan dan santun, maksudnya sopan dan santun terhadap ruang dan waktu dan mampu memposisikan dirinya terhadap ruang dan waktu yang tepat dan sesuai dengan kedudukannya sebagai manusia. Prof. Marsigit menyampaikan dalam kuliah Learning Trajectory kali ini bahwa, mana mungkin kita sebagai manusia dapat sopan dan santun terhadap Learning Trajectory jika kita belum mengetahui dan memahami apa itu Learning Trajectory. Sopan dan santun itulah merupakan salah satu metode untuk menghadapi tantangan yang ada termasuk krisis multi dimensi dan krisis bangsa.
Setinggi-tingginya suatu ilmu adalah mampu membedakan. Misalnya, jika seorang guru yang berilmu maka guru tersebut mampu mebedakan semua siswanya. Jika siswa tersebut berjumlah 30, maka guru tersebut harus dapat membedakan ke 30 siswa tersebut dengan mengetahui dan memahami setiap karakter yang dimilki oleh setiap siswa. Guru harus mampu membelajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan kepada siswa sebagai bekal untuk kehidupan pada masa depan. Selain itu, guru juga bertugas sebagai fasilitator  bagi para siswanya, sehingga sebagai guru hendaknya mampu menyesuaikan dan melaksanakan proses belajar mengajar serta melatih siswa untuk membangun hidup (hermenitika). Dalam pembelajaran matematika di SD, guru harus membelajarkan siswa dengan memulai dari benda-benda yang konkrit terlebih dahulu, karena pada siswa usia sekolah dasar masih berada pada tahap operasional konkrit. Misalnya dalam membelajarkan penjumlahan kepada siswa guru menggunakan 2 buah kapur + 2 buah kapur kemudian siswa diminta untuk menghitung jumlah kapur tersebut, bahkan siswa diperbolehkan untuk memegang kapur tersebut dan menghitung langsung kapur yang jika dijumlahkan sehingga menjadi 4 buah kapur. Apabila siswa sudah dapat menghitung dengan menggunakan benda-benda konkrit, guru baru menuliskannya ke dalam angka (2 + 2 = 4) sehingga guru membantu siswa untuk dapat menentukan konsepnya sendiri. Kita dapat belajar berpikir dari objek material, formal, normative dan tertinggi adalah spiritual. Oleh karena itu, kita harus selalu berdoa dan mengingat Allah di mana pun kita berada, bahkan dalam segala macam kondisi apapun agar senantiasa kita berada dalam lindungan Allah swt.
Selanjutnya, dengan kita belajar tentang filsafat maka kita juga mempelajari semua yang Ada pada Learnig Trajectory. Semua yang ada itu bersifat tetap (tidak berubah). Ada yang bersifat tetap itu terletak di (atas) langit dan Ada yang bersifat tidak tetap itu terletak di (bawah) bumi. Pikiran berhemenitika dengan fakta/ pengalaman. Teori berhemenitka dengan praktik. Formal berhemenitika dengan material. Orang dewasa berhemenitika dengan anak-anak.Aksioma berhemenitika dengan contoh. Semua yang berada di atas (langit) dan di bumi (bawah) semua saling berhemenitika. Apa yang ada di dalam pikiran kita harus dicocokkan dengan tindakan yang kita lakukan, begitu pula dengan apa yang akan dilakukan oleh kita harus dipikirkan terlebih dahulu.


                                  Gambar Membangun Dunia versi Prof. Dr. Marsigit, M. A.

Kedudukan paling tinggi adalah Firman Tuhan, sedangkan aksioma/ aturan adalah ilmunya para dewa. Logika merupakan apriori sedangkan pengalaman merupakan aposteriori. Logika yang ada dalam pikiran bersifat Analitik (berdasar ketentuan) sedangkan pengalaman yang ada dalam fakta/tindakan bersifat sintetik (berdasar sebab-akibat). Selanjutnya, lahirlah teori Imanuel Kant yang menyatakan bahwa untuk menjadi ilmu pengetahuan maka harus ada pengalaman dan logika, harus Sintetik dan Apriori, sehingga apabila hanya Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu tidak memperoleh apa-apa. Dengan demikian, ilmu itu harus Amaliah dan Ilmiah. Namun, seiring perkembangan waktu lahirlah pandangan dari Auguste Comte yang menolak adanya filsafat dan menganggap bahwa agama itu tidak penting. Auguste Comte memaparkan paham yang disebut paham “Positivism”. Di mana paham tersebut memposisikan agama berada paling bawah dan dia membuat kemajuan sekaligus kehancuran suatu bangsa, karena dalam pahamnya Auguste Comte menyebutkan bahwa apabila suatu bangsa ingin maju maka harus menggunakan metode Scientific. Langkah-langkah dalam metode Scientific antara lain: 1) mengamati, 2) menanya, 3) menalar/ mengasosiasi, 4) mencoba (eksperimen), 5) dan mengkomuniksikan/ mempresentasi/ mencipta. Sehingga para pendidik harus dapat mengubah paradigm tersebut. Guru sebaiknya menyadari bahwa apabila siswa dikasih pertanyaan dan siswa tersebut menjawabnya salah berarti siswa tersebut sedang belajar, dan itulah sebenarnya. Guru tidak boleh mengharuskan siswa untuk menjawab pertanyaan dengan benar.
Apabila kita mempelajari Learning Trajectory dengan benar, maka kita mampu menerapkannya pada saat proses belajar mengajar di sekolah, karena Learning Trajectory merupakan bagaimanan cara siswa berpikir dan belajar. Selain itu, juga ada Learning Trajectory Timeline yang meliputi hakekat/makna serta sejarahnya. Struktur ketentuan Learning Trajectory meliputi filsafat, ideologi, UUD 1945, UU, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Pemerintah, Kurikulum, Silabus, RPP, LKS (Lembar Kegiatan Siswa), Sekolah, Guru, Siswa, Mata Pelajaran, PBM. Sebagai mahasiswa seharusnya sudah menyadari manfaat mempelajari filsafat yaitu sebagai pondasi dalam mempelajari Learning Trajectory, oleh karena itu mahasiswa harus sering membaca dan mencari sumber/referensi tentang Learning Trajectory sehingga mahasiswa akan dapat memahami Learning Trajectory dan dapat menerapkannya pada kehidupannya. Mempelajari Learning Trajectory berarti membangun pengetahuan siswa, sesuai dengan Taksoomi Bloom yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan mengevaluasi sehingga siswa dapat mengoptimalkan cara berpikir dan belajarnya sampai High Order Thinking. 
Sebenarnya dunia ini bersifat jamak.plural. misalnya orang yang tadinya lapar akan menjadi kenyang setelah dia makan, tadi malam sudah berencana untuk pergi ke sekolah besok paginya, namun karena pada pagi harinya sakit mendadak sehingga tidak jadi berangkat ke sekolah. Dunia bersifat plural karena adanya kontradiksi. Apabila tidak ada kontradiksi, maka tidak akan ada hidup.


Oleh: Dian Ikawati Rahayuningtyas
          NIM. 14712251006
          Prodi Pendidikan Dasar 
          Konsentrasi Prakisi (Guru Kelas)
          Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M. A.



















2 komentar: