Refleksi
Kuliah Pertemuan ke-4
Pengembangan Learning
Trajectory Pendidikan Dasar, 11
Maret 2015
Pada
dasarnya manusia hidup di dunia adalah untuk belajar, belajar, dan belajar. Belajar
sudah dimulai sejak manusia berada di dalam kandungan. Dengan belajar maka kita
akan mengetahui banyak hal, baik yag terlihat maupun yang tidak terlihat. Apabila
manusia tidak mau belajar padahal sesungguhnya dia mampu, diibaratkan sebagai
batu yang besar (keras namun tidak ada isinya). Namun, seiring berjalannya
waktu manusia akan belajar karena dengan belajar manusia akan dapat meraih apa
yang diinginkan. Jadi jika diibaratkan dengan batu yang besar dan keras tadi,
batu tersebut lama-kelamaan akan pecah menjadi pecahan batu kemudian jika terus
diasah, maka pecahan batu tersebut akan pecah lagi dan menjadi kerikil-kerikil
dan akan terus pecah menjadi pasir, yang kemudian akan menjadi air. Air
tersebut diletakan di dalam suatu wadah kemudian wadah tersebut diisi air yang
banyak lagi sampai penuh dan tumpah airnya, yang lama-kelamaan air tersebut
menjadi banyak sekali sehingga sampai membentuk lautan dan mengalir terus
sampai menembus gunung. Wadah tersebut diibaratkan sebagai otak kita dan air
diibaratkan sebagai ilmu, sehingga apabila otak kita setiap hari diisi ilmu
yang didapat melalui proses elajar dan pengalaman, maka otak kita akan penuh
dengan ilmu-ilmu yang nantinya dapat kita gunakan untuk mencapai tujuan hidup
kita.
Orang
yang sukses adalah orang yang mampu menembus ruang dan waktu dalam rangka
membangun hidup (hermenitika). Kemudian, sebenar-benarnya orang yang berilmu
adalah sopan dan santun, maksudnya sopan dan santun terhadap ruang dan waktu
dan mampu memposisikan dirinya terhadap ruang dan waktu yang tepat dan sesuai
dengan kedudukannya sebagai manusia. Prof. Marsigit menyampaikan dalam kuliah Learning Trajectory kali ini bahwa, mana
mungkin kita sebagai manusia dapat sopan dan santun terhadap Learning Trajectory jika kita belum
mengetahui dan memahami apa itu Learning
Trajectory. Sopan dan santun itulah merupakan salah satu metode untuk
menghadapi tantangan yang ada termasuk krisis multi dimensi dan krisis bangsa.
Setinggi-tingginya
suatu ilmu adalah mampu membedakan. Misalnya, jika seorang guru yang berilmu
maka guru tersebut mampu mebedakan semua siswanya. Jika siswa tersebut
berjumlah 30, maka guru tersebut harus dapat membedakan ke 30 siswa tersebut
dengan mengetahui dan memahami setiap karakter yang dimilki oleh setiap siswa. Guru
harus mampu membelajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan kepada siswa sebagai
bekal untuk kehidupan pada masa depan. Selain itu, guru juga bertugas sebagai
fasilitator bagi para siswanya, sehingga
sebagai guru hendaknya mampu menyesuaikan dan melaksanakan proses belajar
mengajar serta melatih siswa untuk membangun hidup (hermenitika). Dalam pembelajaran
matematika di SD, guru harus membelajarkan siswa dengan memulai dari
benda-benda yang konkrit terlebih dahulu, karena pada siswa usia sekolah dasar
masih berada pada tahap operasional konkrit. Misalnya dalam membelajarkan
penjumlahan kepada siswa guru menggunakan 2 buah kapur + 2 buah kapur kemudian
siswa diminta untuk menghitung jumlah kapur tersebut, bahkan siswa
diperbolehkan untuk memegang kapur tersebut dan menghitung langsung kapur yang
jika dijumlahkan sehingga menjadi 4 buah kapur. Apabila siswa sudah dapat
menghitung dengan menggunakan benda-benda konkrit, guru baru menuliskannya ke
dalam angka (2 + 2 = 4) sehingga guru
membantu siswa untuk dapat menentukan konsepnya sendiri. Kita dapat belajar
berpikir dari objek material, formal, normative dan tertinggi adalah spiritual.
Oleh karena itu, kita harus selalu berdoa dan mengingat Allah di mana pun kita
berada, bahkan dalam segala macam kondisi apapun agar senantiasa kita berada
dalam lindungan Allah swt.
Selanjutnya,
dengan kita belajar tentang filsafat maka kita juga mempelajari semua yang Ada pada
Learnig Trajectory. Semua yang ada
itu bersifat tetap (tidak berubah). Ada yang bersifat tetap itu terletak di (atas)
langit dan Ada yang bersifat tidak tetap itu terletak di (bawah) bumi. Pikiran
berhemenitika dengan fakta/ pengalaman. Teori berhemenitka dengan praktik.
Formal berhemenitika dengan material. Orang dewasa berhemenitika dengan
anak-anak.Aksioma berhemenitika dengan contoh. Semua yang berada di atas (langit)
dan di bumi (bawah) semua saling berhemenitika. Apa yang ada di dalam pikiran
kita harus dicocokkan dengan tindakan yang kita lakukan, begitu pula dengan apa
yang akan dilakukan oleh kita harus dipikirkan terlebih dahulu.
Kedudukan
paling tinggi adalah Firman Tuhan, sedangkan aksioma/ aturan adalah ilmunya
para dewa. Logika
merupakan apriori sedangkan pengalaman merupakan aposteriori. Logika yang ada dalam
pikiran bersifat Analitik (berdasar ketentuan) sedangkan pengalaman yang ada dalam
fakta/tindakan bersifat sintetik (berdasar sebab-akibat). Selanjutnya, lahirlah
teori Imanuel Kant yang menyatakan bahwa untuk
menjadi ilmu pengetahuan maka harus ada pengalaman dan logika, harus Sintetik
dan Apriori, sehingga apabila hanya Sintetik-Aposteriori maka tidak akan mampu tidak
memperoleh apa-apa. Dengan demikian, ilmu itu harus Amaliah dan Ilmiah. Namun,
seiring perkembangan waktu lahirlah pandangan dari Auguste Comte yang menolak
adanya filsafat dan menganggap bahwa agama itu tidak penting. Auguste Comte
memaparkan paham yang disebut paham “Positivism”.
Di mana paham tersebut memposisikan agama berada paling bawah dan dia membuat
kemajuan sekaligus kehancuran suatu bangsa, karena dalam pahamnya Auguste Comte
menyebutkan bahwa apabila suatu bangsa ingin maju maka harus menggunakan metode
Scientific. Langkah-langkah dalam
metode Scientific antara lain: 1)
mengamati, 2) menanya, 3) menalar/ mengasosiasi, 4) mencoba (eksperimen), 5)
dan mengkomuniksikan/ mempresentasi/ mencipta. Sehingga para pendidik harus
dapat mengubah paradigm tersebut. Guru sebaiknya menyadari bahwa apabila siswa
dikasih pertanyaan dan siswa tersebut menjawabnya salah berarti siswa tersebut
sedang belajar, dan itulah sebenarnya. Guru tidak boleh mengharuskan siswa
untuk menjawab pertanyaan dengan benar.
Apabila kita mempelajari Learning Trajectory dengan benar, maka kita mampu menerapkannya
pada saat proses belajar mengajar di sekolah, karena Learning Trajectory merupakan bagaimanan cara siswa berpikir dan
belajar. Selain itu, juga ada Learning Trajectory Timeline yang meliputi hakekat/makna serta
sejarahnya. Struktur ketentuan Learning Trajectory meliputi
filsafat, ideologi, UUD 1945, UU, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri,
Peraturan Pemerintah, Kurikulum, Silabus, RPP, LKS (Lembar Kegiatan Siswa),
Sekolah, Guru, Siswa, Mata Pelajaran, PBM. Sebagai mahasiswa seharusnya sudah
menyadari manfaat mempelajari filsafat yaitu sebagai pondasi dalam mempelajari Learning
Trajectory, oleh karena itu
mahasiswa harus sering membaca dan mencari sumber/referensi tentang Learning
Trajectory sehingga mahasiswa akan dapat memahami Learning Trajectory dan
dapat menerapkannya pada kehidupannya. Mempelajari Learning
Trajectory berarti membangun pengetahuan siswa, sesuai dengan Taksoomi Bloom
yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesiskan, dan
mengevaluasi sehingga siswa dapat mengoptimalkan cara berpikir dan belajarnya
sampai High Order Thinking.
Sebenarnya dunia ini bersifat jamak.plural. misalnya
orang yang tadinya lapar akan menjadi kenyang setelah dia makan, tadi malam
sudah berencana untuk pergi ke sekolah besok paginya, namun karena pada pagi
harinya sakit mendadak sehingga tidak jadi berangkat ke sekolah. Dunia bersifat
plural karena adanya kontradiksi. Apabila tidak ada kontradiksi, maka tidak
akan ada hidup.
Oleh: Dian Ikawati Rahayuningtyas
NIM. 14712251006
Prodi Pendidikan Dasar
Konsentrasi Prakisi (Guru Kelas)
Dosen Pengampu Prof. Dr. Marsigit, M. A.
Aslm good, teruskan berjuang. Amin
BalasHapusWa'alaikumsalam...
BalasHapusterimakasih pak....
Siap insyaAllah bapak Prof.